![]() |
Sources Peopleimage - Getty image |
Masih ingatkah kita dengan peristiwa dibebaskannya 10 Narapidana (napi) Koruptor bebas bersyarat dalam waktu yang bersamaan yaitu Selasa 6 September 2022?
6 dari 10 napi bebas dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, dan 4 napi bebas dari Lapas Wanita dan Anak Kelas II A Tangerang.
Mereka adalah Pinangki (mantan jaksa), Ratu Atut (mantan Gubernur Banten), Desi Aryani (mantan Dirut PT. Jasa Marga), Patrialis Akbar, Suryadarma Ali (mantan Menteri Agama), Zumi Zola (mantan Gubernur Jambi), Ojang Sohandi (mantan Bupati Subang), Irvan Rivano (mantan Bupati Cianjur), dan Supendi (mantan Bupati Indramayu).
Banyaknya napi koruptor bebas bersyarat berawal karena dicabutnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 oleh Mahkamah Agung pada bulan Oktober 2021. Apa isi dari PP tersebut? PP yang dikenal dengan PP Pengetatan Remisi Koruptor kurang lebih berisi koruptor bisa mendapatkan remisi dengan syarat lebih ketat dibandingkan dengan napi pada umumnya.
Pasca pencabutan PP tersebut persyaratan remisi untuk napi koruptor lebih mudah dari sebelumnya. Pencabutan PP tersebut tidak selaras dengan amanat reformasi 1998 yaitu memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Pemberantasan KKN terus mengalami penurunan kualitas dengan "pelemahan" Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pelemahan bermula dari disahkan Undang-undang KPK yang kontroversial.
Dalam UU KPK diberlakukan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan batasan waktu dua tahun. Pemberlakuan SP3 ini akan memudahkan para pelaku korupsi untuk bebas kalau kasusnya tidak dapat ditemukan jalan keluarnya selama dua tahun.
Pelemahan KPK terus berlanjut dengan peralihan status anggota KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Sehingga mereka harus menjalani Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), hasilnya 75 orang anggota KPK yang berintegritas dinyatakan tidak lulus TWK dan diancam diberhentikan sebagai anggota KPK.
KPK yang awalnya independen, akan menjadi di bawah kuasa eksekutif (pemerintah) karena peralihan status menjadi ASN, sehingga ruang gerak KPK akan terbatas.
Pelemahan KPK tidak berhenti sampai di situ. Pasca disahkan RKUHP oleh DPR Selasa, 6 Desember 2022, hukuman koruptor mengalami penurunan. Sebelumnya berlaku UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Pada Pasal 2 UU tersebut dijelaskan koruptor bisa mendapat pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun.
Dalam RKUHP yang baru hukuman koruptor tercantum dalam Pasal 603. Hukuman koruptor paling sedikit dipenjara selama dua tahun dan maksimal 20 tahun.
Jika RKUHP ini diberlakukan, akan berapa napi koruptor yang diberikan remisi dalam satu tahun? Apakah akan mengalami kenaikan? Mengingat pencabutan PP Nomor 99 Tahun 2012 masih berlaku. Penulis menyarankan untuk diberlakukan kembali pengetatan pemberian remisi untuk napi koruptor agar menambah efek jera. Terlebih lagi RKUHP yang meringankan hukuman minimal untuk napi koruptor.