Jagat sosial media saat ini sedang viral dengan istilah "KrisMuha" sebuah singkatan yang diambil dari kata Kristen dan Muhammadiyah.


Berbagai lontaran pahit atau manis keluar dari netizen yang nampak perhatian sekali pada Muhammadiyah.


Lontaran tersebut ada yang berupa pujian karena Muhammadiyah dinilai telah menjadi role model bagaimana pluralitas bernegara itu berhasil dilaksanakan. 


Namun ada juga lontaran, berupa, hujatan yang sedikit miris karena menganggap organisasi Muhammadiyah sudah dimasuki oleh faham-faham, baik liberal, sekuler atau apalah.


Padahal kalau kita memahami betul apa yang dimaksud dengan KrisMuha, bukan secara tekstual saja maka pandangan kita mungkin tidak seperti pandangan kelelawar yang buram melihat sekitar.


Bila kita terjebak hanya pada tataran teks semata, ibaratnya ada seseorang yang melihat keributan bagai riak air dipermukaan. Padahal jauh dikedalaman air nampak tenang dan tak terlihat ricuh. Oleh karena itu Iqra dong! 


Karena sudah dijelaskan bahwa KrisMuha itu adalah istilah sosiologis. Konteksnya sangat jelas karena realitas yang ada, Muhammadiyah mempunyai amal usaha yang bisa diterima oleh berbagai kalangan. 


Termasuk amal usaha Muhammadiyah yang ada di wilayah yang mayoritas agamanya Kristen, khususnya di wilayah Timur. Katakanlah Universitas Muhammadiyah yang ada di Pulau Papua, dimana yang menjadi mahasiswanya kebanyakan merupakan non Muslim.


KrisMuha adalah bagaimana Muhammadiyah mampu merealisasikan sikap tanpa melihat identitas agamanya, ia mencerahkan semesta tanpa pandang bulu.


Maka atas segala amal usaha tersebut, sudah sewajarnya Muhammadiyah mendapatkan respon yang begitu baik dari masyarakat yang beragama Kristen.


Muhammadiyah Masih Berada di Jalur Wasathiyah Koq


Bagi yang baper, jangan panik dengan KrisMuha yah. Karena sejatinya organisasi Muhammadiyah masih berada di jalur Islam Wasathiyah koq. Prinsip ini sangat kuat tertanam dalam semua diri anggota Muhammadiyah.


Bagaimana tidak kuat? Wong Ideologi ini seringkali diingatkan berulang-ulang oleh, Almarhum Buya Hamka, Almarhum Buya Yunahar dan Buya Syafi'i Maarif, baik itu secara lisan atau tulisan.


Kita ambil saja bahasan yang selalu diingatkan oleh Almarhum Buya Yunahar Ilyas. Bahwa arti dari Wasathiyah ini tidak lain adalah seimbang, tidak kekanan melebih-lebihkan (Ghuluw) atau condong kekiri atau dikurang-kurangi (Ithraf).


Ghuluw cenderung membuat sikap seseorang menjadi ekstrimis dalam beragama, sedangkan Ithraf cenderung membuat sikap seseorang secara bebas beragama (liberal atau sekuler).


Termasuk dalam kehidupan beragama, organisasi Muhammadiyah melalui amal usahanya yang berdiri di Indonesia, selalu berusaha untuk mencerahkan umat manusia tanpa pandang bulu. 


Dan bukankah cara-cara tersebut merupakan salah satu berdakwah Muhammadiyah yang menyenangkan dan menggembirakan?