Military Jet Image (freepik.com)


Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tepatnya tahun 2009, Indonesia mendapatkan penawaran hibah satu skuadron pesawat tempur Jet Mirage dari Qatar namun ditolak oleh Menteri Pertahanan (Menhan).


Menhan saat itu, Juwono Sudarsono mengatakan alasan menolak hibah Jet Mirage dari Qatar karena minimnya anggaran untuk perawatan.


"Hibahnya sih oke, tapi pemeliharaannya itu mahal," kata Juwono Sudarsono di kantornya, Departemen Pertahanan Jakarta, Kamis (19/03/2009), dikutip dari tribunnews.com.


Juwono menambahkan, syarat mendapatkan hibah terbilang ringan, yaitu dirinya sebagai Menhan Indonesia mengirim surat kepada Menhan Qatar.


Selang 14 tahun kemudian, tepatnya hari Rabu 15 Juni 2023, Prabowo Subianto sebagai Menhan saat ini telah menandatangani kontrak pembelian 12 unit Jet Mirage bekas Qatar buatan Prancis yang dulu pernah akan dihibahkan. Harganya fantastis yaitu USD 792 juta atau setara hampir Rp 11, 7 triliun (Kurs Rp 14.800 per USD).


Menhan Prabowo Subianto, bangga dapat membeli Jet tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar karena menjadi rebutan beberapa negara. Meskipun pembelian tersebut bersumber dari dana pinjaman luar negeri yang disetujui oleh Kementerian Keuangan.


"Ini sulit, banyak negara yang mau ambil. Alhamdulillah, dengan hubungan kita yang baik dengan Qatar, mereka kasih kepada kita," Prabowo di PT Dirgantara Indonesia, Bandung, Kamis (15/6/2023). 


Alasan Prabowo membeli jet Mirage 2000-5 bekas Qatar yaitu untuk menutup gap kesiapan tempur TNI Angkatan Udara (AU).



Kritik Keras dari DPR


Sukamta, Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengkritik keras pembelian ini. Sukamta menilai Menhan tidak mempunyai rencana jangka panjang dan memprediksi pengadaan pesawat bekas akan menimbulkan masalah. 


"Tidak ada perencanaan jangka panjang mengenai pembelian pesawat bekas ini. Alasan Kementerian Pertahanan membeli pesawat bekas agar lebih cepat dalam penyediaan alutsista dibandingkan dengan pembelian pesawat baru, untuk menutupi berkurangnya alutsista menunjukkan Kemhan tidak memiliki perencanaan strategis dan implementasi dengan baik,” (dilansir dari Vivanews.com, 16/06/2023).


Sukamta menambahkan pembelian pesawat tempur bekas ini berpotensi melanggar Undang-undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang industri pertahanan.


“Pembelian pesawat bekas jelas tidak melibatkan industri pertahanan dalam negeri sehingga alih teknologi dan penggunaan bahan baku pembuatan alutsista yang berasal dari dalam negeri tidak akan ada,” Sukamta (16/06/2023).


Selain itu masalah selanjutnya yaitu jaminan perawatan dan perbaikan kerusakan pesawat resmi hanya tiga tahun. Tidak ada jaminan ketersediaan suku cadang dalam jangka panjang.  


“Ketiga, biaya perawatan yang tinggi. Pesawat Mirage 2000-5 telah dipakai Qatar sejak 26 tahun lalu. Sedangkan usia aktif pesawat tempur antara 30-40 tahun. Artinya sekitar 10 tahun lebih sedikit pesawat ini bisa dipakai secara optimal dengan catatan perawatan dan suku cadang tidak ada masalah,” Sukamta (dilansir dari VIVAnews).