World Hijab Day. Sumber: www.vecteezy.com


Awal tahun 2023 ini dunia Islam Internasional diserang dengan aksi Islamophobia. Beragam aksi dipertontonkan kepada publik seperti pembakaran Al-Qur'an, pidato ujaran kebencian, pelarangan berhijab, dan aksi lainnya. 


Salah satu upaya melawan Islamophobia dalam pelarangan berhijab yaitu dengan merayakan hari hijab sedunia atau disebut juga World Hijab Day (WHD). Siapa pencetus WHD? Ialah seorang Muslimah asal New York, Amerika Serikat (AS) Nazma Khan.


Nazma Khan berasal dari Bangladesh tinggal di New York, Amerika Serikat, sejak 1994. Di sekolahnya ialah satu-satunya perempuan yang mengenakan hijab. Ia sering dipanggil 'Batman' atau 'Ninja' saat berusia 11 tahun oleh teman-temannya. Kemudian pada saat memasuki bangku kuliah, Nazma mendapat perundungan. Teman-temannya memanggilnya Osama bin Laden atau teroris karena saat itu terjadi peristiwa WTC 9/11.


“Growing up in the Bronx, New York City, I experienced a great deal of discrimination due to my hijab. In middle school, I was ‘Batman’ or ‘ninja.’ When I entered University after 9/11, I was called Osama bin laden or terrorist. It was awful. I figured the only way to end discrimination is if we ask our fellow sisters to experience hijab themselves.” Nazma Khan (worldhijabday.com).


WHD pertama kali diselenggarakan pada 1 Februari 2013. Sejak saat itu 1 Februari diperingati sebagai Hari Hijab Sedunia atau World Hijab Day. Tahun ini adalah peringatan WHD yang ke-11 dengan tema 'Progression, Not Oppression’ dengan tagar #UnapologeticHijabi. 


Nazma Khan mencetuskan WHD sebagai respon dari larangan berhijab di beberapa negara. Selain itu untuk menjunjung tinggi para muslimah yang berhijab sebagai tanda menutup aurat secara sukarela. Bukan karena sebuah paksaan tetapi karena patuh terhadap ajaran agama Islam.


Larangan Hijab Pernah Terjadi di Indonesia


Tahukah anda larangan mengenakan hijab juga pernah terjadi di Indonesia. Saat itu terjadi pada masa Orde Baru sekitar tahun 1970-an. Berawal dari dilantiknya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Daoed Joesoef yang mengeluarkan kebijakan kontroversial. 


Setelah menjabat sebagai Mendikbud, Daoed Joesoef menghapus hari libur Ramadhan. Awalnya libur Ramadhan satu bulan penuh menjadi 10 hari terdiri dari tiga hari awal Ramadhan dan tujuh hari setelah Idul Fitri. 


Tidak lama setelah kebijakan libur Ramadhan, Mendikbud mengeluarkan kebijakan baru bahwa semua sekolah negeri di bawah Kementeriannya dilarang mengenakan penutup kepala. Kebijakan tersebut ditentang oleh umat Islam di Indonesia.


Ketua MUI saat itu Buya Hamka paling terdepan menentang kebijakan ini. Melalui majalah yang didirikannya, Majalah Panji Masyarakat mengisahkan empat siswi SMA Negeri 68 Jakarta dikeluarkan dari sekolah karena mengenakan hijab atau jilbab. 


Keempat siswi tersebut kokoh pendirian tidak ingin melepas jilbab mereka karena dasar keyakinan yang kuat atas ajaran Islam. Karena dinilai melanggar aturan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah mengeluarkan SK 052/C/Kep/D.82 tentang seragam sekolah, keempat siswi tersebut dikeluarkan dari sekolah. 


Gelombang penolakan larangan jilbab menggema ke seluruh Indonesia. Pemerintah tak bisa membendung "kemarahan" massa. 

Akhirnya Pemerintah resmi memperbolehkan siswi memakai jilbab dengan mengeluarkan SK Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah soal seragam sekolah tahun 1991.