1 Juni merupakan hari lahirnya pancasila. Salah satu rangkaian sejarah besar dari rangkaian gerbong kemerdekaan yang tidak boleh kita lupakan.

Karena pada tanggal inilah, lahir sebuah dasar/falsafah negara yang sampai saat ini dan seterusnya menjadi rumah bagi berbagai ras dan suku bangsa yang ada di Indonesia.

Rumusan Pancasila adalah rumusan yang lahir karena kehendak yang satu, yakni kehendak hidup berbahagia dalam satu negara yakni Indonesia.

Tapi meski rumusan tersebut berisikan sebuah pedoman hidup bernegara, nyatanya dalam realita kehidupan masyarakat, Pancasila seakan menjadi simbol kemegahan sejarah semata.

Das Sollen, Das Sein


Seakan ada jurang menganga, entah mengapa keberadaan Pancasila saat ini hanya indah dipikir. Tapi bila melihat pada pelbagai permasalahan-permasalahan bangsa, apalagi mendekati hajat Nasional, Pancasila seakan tidak hadir.

Umpamanya yang saat ini santer ramai diperbincangkan mengenai perdebatan dengan tema pendatang, terutama dalam konteks kontestasi politik.

Munculah istilah imigran Yaman atau Imigran China yang dibumbui dengan narasi-narasi kalangan-kalangan tersebut tidak lebih baik dari Pribumi bahkan sampai bersikap rasis.

Padahal, kalau melihat pada isi Pancasila, belum lagi tafsirannya atau bahkan latarbelakang historisnya, perdebatan seperti ini harusnya sudah selesai. Pancasila adalah perekat dari keberagaman Indonesia.

Tapi kalau meminjam apa yang Hans Kelsen ungkapkan. Antara Das Sollen dan Das Sein kadang tak selaras. Tujuan utama mungkin adalah puncak tapi pengupayaan-pengupayaan menuju puncak tersebut mungkin terjal, belum lagi curam atau bahkan kabut yang membuat pandangan mata menjadi pendek.