Head With Brain (freepik.com)

Penulis: Yaya Mulya Mantri | Editor: Muru

Bahasa Sunda dan Bahasa Jawa memiliki beberapa kemiripan. Salah satu kosakata yang sama menurut kedua bahasa tersebut yaitu 'sirah' artinya kepala. 


Bahasa Sunda dan Jawa sama-sama bahasa rasa. Meskipun 'sirah' dalam bahasa Sunda dan jawa memiliki makna yang sama tetapi berbeda rasa. 'Sirah' dalam bahasa Sunda termasuk kasar, sedangkan menurut Jawa 'sirah' itu halus. 


Lalu apa bahasa halus 'sirah' menurut Sunda? Ialah 'mastaka' yang makna dan rasanya juga sama dengan bahasa Jawa. Keduanya baik Sunda maupun Jawa, kata 'mastaka' rasanya halus. 


Apakah ada istilah lain lagi untuk 'kepala'? Ungkapan yang sangat kasar dalam bahasa Sunda yaitu 'hulu' dan 'babatok', sedangkan bahasa Jawa yaitu 'ndas'. 


Uniknya tingkatan rasa terendah kedua bahasa tersebut berbeda kosakatanya, tidak seperti mastaka dan sirah. 


'Hulu' dan 'babatok' sangat kasar diperuntukkan untuk sebutan kepala binatang, begitupun dengan 'ndas'. Jika kosakata tersebut ditujukan kepada manusia termasuk umpatan, cacian, dan makian. 


Itulah bahasa rasa, berbeda dengan bahasa Indonesia yang hanya punya satu kosakata 'kepala' dan tidak ada padanan kata lain. Untuk manusia disebut 'kepala', sama dengan binatang disebut 'kepala'. 


Begitupun dengan bahasa Inggris, yaitu 'head' berlaku untuk penyebutan kepala manusia atau hewan. Berbeda dengan Sunda dan Jawa, bahasa Indonesia dan Inggris tidak terlalu menyentuh rasa. 


Oleh karena itu, perlunya berlaku adil dalam pemilihan diksi yang tepat untuk bahasa Sunda dan Jawa. Kata 'ndas' dan 'hulu/babatok' biasanya keluar karena kekesalan dan tidak mampu mengontrol emosi. 


Baik 'ndas' atau 'hulu/babatok' sangat tidak pantas diucapkan di depan umum atau di atas mimbar/podium. Pepatah mengatakan 'teko akan mengeluarkan isinya'. Air teh dimasukkan ke dalam teko, maka ketika dituangkan akan keluar teh. Begitupun jika diisi kopi hitam, maka akan keluar kopi hitam. Jika diisi air bening, maka teko akan mengeluarkan air bening pula.